Tim gabungan TNI-Polri mengungkap praktik jual-beli senapan serbu di Papua. Senjata tersebut diduga dijual kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Mirisnya, praktik jual-beli senjata ini melibatkan aparat. Saat ini telah ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni oknum Brimob Bripka MJH, seorang ASN berinisial DC (39), dan eks anggota TNI AD berinisial FHS (39).
Oknum Brimob Kelapa Dua Bripka MJH jadi pihak pertama yang diamankan. TNI-Polri memang sudah menyelidiki lama praktik jual-beli senjata api (senpi) ini.
Tiga pucuk senpi jenis M16, M4, dan glock, diamankan di Polda Papua. Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw mengatakan oknum Brimob tersebut sudah tujuh kali dalam kurun 3 tahun ikut terlibat jual-beli senpi di Papua.
“MJH mengakui dia hanya menerima ongkos dari setiap pengiriman, jadi dalam hitungan kami, pertama kali dia dapat ongkos Rp 10 juta, kedua kali Rp 25 juta, tiga kali Rp 30 juta, keempat Rp 25 juta, untuk senjata panjang, untuk gold dapat Rp 15 juta, kemudian M4 Rp 25 juta, dan yang terakhir Rp M16 ini 25 juta. Jadi, dari tahun 2017 bulan Juni, sampai dengan 2020 sudah 7 kali memasok senjata ke Papua,,” ujar Paulus di Mapolda Papua, Senin (2/11/2020).
Paulus menjelaskan harga senjata laras panjang dibeli MJH dengan harga Rp 150 juta di Jakarta. Senjata api itu dijual kepada pemesan melalui DC dengan harga Rp 300-350 juta tergantung jenisnya.
“Pertama kali senpi berhasil dijual tahun 2017 kepada DD mantan anggota DPRD Paniai, menggadaikan mobilnya untuk memperoleh senjata dari FAS (mantan anggota TNI-AD),” jelas Paulus.
“DD juga memesan satu pucuk senjata api laras panjang jenis M-16 kepada tersangka Bripka MJH, yang mana senjata api tersebut merupakan pesanan dari SK yang dipesan pada Desember 2019. SK ini orang asli Papua,” terangnya.