Jakarta –
Menutup tahun 2020 dan menyambut awal 2021, Fraksi PDI Perjuangan mencatat sejumlah peristiwa penting di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan dan luar negeri yang terjadi selama 2020. Beberapa catatan kritis juga disampaikan dalam pernyataan akhir tahun ini.
Di bidang politik, Fraksi PDI Perjuangan mengapresiasi stabilitas nasional yang relatif terjaga berkat sejumlah kebijakan politik pasca pilpres yang diambil Presiden Joko Widodo. Awalnya banyak pihak mengkhawatirkan dampak negatif pilpres 2019, yang akan berdampak pada instabilitas politik di tahun 2020 dan tahun berikutnya.
Kerasnya pertarungan pilpres yang dibumbui politik identitas berbasis SARA membuat pilpres serasa urusan hidup dan mati antar-kelompok pendukung pilpres bahkan ada yang mendorong seakan-akan pilpres adalah perang antar-umat beragama.
Namun, residu politik Pemilu 2019 relatif mereda di awal 2020 ketika Joko Widodo sebagai capres terpilih berbesar hati merangkul Partai Gerindra dan Prabowo Subianto, kompetitor politiknya dalam dua kali pilpres menjadi Menteri Pertahanan dan kemudian memasukkan mantan Cawapres Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di penghujung tahun 2020.
Langkah ‘extraordinary’ itu tidak luput dari tangan dingin Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati Soekarnoputri, yang dengan diplomasi politik ‘nasi goreng’ mampu menjadi ‘ice breaker’ perpolitikan di Tanah Air sekaligus menjadi perekat persatuan bangsa. Tentu saja ada yang pro dan kontra. Mereka yang kontra melihat kekuasaan membutuhkan oposisi yang kuat agar check and balance berjalan efektif, sementara mereka yang pro menilai agenda strategis pembangunan memerlukan stabilitas politik dan keamanan serta semangat persatuan bangsa.
Di tengah upaya keras Presiden Jokowi meredam suhu politik itu, wajah politik nasional sepanjang 2020 masih diwarnai ketegangan dan kericuhan, antara lain mengerasnya isu politik identitas dan menguatnya narasi politik berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang diamplifikasi oleh beberapa elemen masyarakat kita sendiri.
Untuk itu, Fraksi PDI Perjuangan mendukung pemerintah yang melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) telah memperkuat moderasi beragama seperti yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2020, tentang RPJMN 2020-2024 yang dalam implementasinya mendorong peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk membumikan moderasi beragama di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
FKUB juga diharapkan bekerja sama dengan pemerintah daerah serta masyarakat setempat untuk mampu mewujudkan esensi ajaran dari semua agama dan kepercayaan yang diakui di Indonesia. Peran FKUB sangat diharapkan karena tahun 2020 mempertontonkan beberapa kasus yang membuat banyak masyarakat beragama terhenyak.
Kasus tersebut di antaranya pembantaian satu keluarga di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, November 2020 oleh terduga kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur; penolakan masyarakat terhadap pembangunan Gereja Paroki Santo Joseph di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, Februari 2020; penolakan beberapa kelompok adat Minangkabau dan Pemprov Sumatera Barat terhadap aplikasi alkitab Injil berbahasa Minang pada Juni 2020 dengan alasan tidak sesuai dengan falsafah masyarakat Minang; pelarangan pembangunan rumah yang bercirikan karakteristik umat Kristen serta menghentikan renovasi bangunan jika digunakan untuk tempat ibadah Kristen di Karangdami, Mojokerto, September 2020; dan lain sebagainya.
Masih di bidang politik, di tengah Pandemi COVID-19, suksesnya pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dilaksanakan serentak di 270 wilayah pada 9 Desember 2020 juga penting dicatat dengan energi positif. Acungan jempol atas kinerja pemerintah yang berusaha sekuat tenaga menciptakan Pilkada 2020 berjalan kondusif harus diberikan.
Media mencatat tidak muncul cluster baru COVID-19 akibat pilkada serentak itu. Partisipasi pemilih juga cukup tinggi (76,13 %), lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pemilih Pilkada 2015 (68,82%) dan hampir mencapai target partisipasi 77,5%.
Temuan Survei SMRC pada 9-12 Desember 2020 bertajuk ‘Evaluasi Publik Terhadap Pelaksanaan Pilkada di Masa Pandemi COVID-19’ mengafirmasi hal tersebut. Ada tiga alasan mengapa tingkat partisipasi publik dalam Pilkada Serentak tahun 2020 cukup tinggi yaitu publik menilai protokol kesehatan pada hari H dilaksanakan dengan baik oleh pemilih dan petugas; publik menilai Pilkada berlangsung dengan jurdil; publik optimistis Pilkada akan melahirkan pemimpin yang bagus untuk daerah.
Untuk itu, Fraksi PDI Perjuangan sekali lagi mengacungkan jempol atas pilihan pemerintah yang konsisten melaksanakan Pilkada serentak 2020 berdasarkan Perpu 2 tahun 2020 yang sudah diundangkan menjadi Undang Undang Nomor 6 tahun 2020. Sikap pemerintah yang tidak ingin pimpinan di 270 daerah dijabat oleh pelaksana tugas (plt) dalam waktu bersamaan harus diapresiasi tinggi.
Hanya saja, Fraksi PDI Perjuangan mencatat secara kritis hingga kini belum ada regulasi khusus setingkat undang-undang yang mengatur tata cara, mekanisme, dan pemilihan berdasar protokol kesehatan hingga sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan yang bisa memberikan efek jera.
UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota hanya mengatur pelaksanaan Pilkada dalam situasi normal. Perpu Nomor 2 Tahun 2020 juga tidak mengatur mekanisme pemilihan berdasarkan protokol kesehatan dan skema sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan yang bisa membuat efek jera.
Regulasi ini hanya menggeser jadwal pelaksanaan Pilkada dari semula September 2020 menjadi Desember 2020. Karena Pilkada serentak 2020 hanya bersandar pada peraturan teknis dengan derajat di bawah UU, yakni Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020, setiap tahapan pelaksanaan Pilkada menjadi serba terbatas karena tidak semua hal bisa dijangkau oleh aturan teknis ini dan tak ada sanksi yang membuat jera pelanggar protokol kesehatan.
Akibatnya, Bawaslu mencatat dalam tahap pendaftaran pasangan calon saja, setidaknya terdapat 243 pelanggaran protokol Kesehatan dan terdapat 91.640 kampanye tatap muka yang dilakukan peserta pilkada di 270 daerah. Dari jumlah itu, tercatat ada 2.126 pelanggaran protokol Kesehatan.
Di masa depan, Fraksi PDI Perjuangan akan mengusulkan regulasi setingkat UU yang mengatur pemilih di tengah pandemi tidak harus datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), misalnya berupa pasal yang menjelaskan langkah-langkah mitigasi risiko untuk mencegah penyebaran virus seperti yang dilakukan Amerika Serikat, Korea Selatan, atau Jerman.
Ketiga negara ini memiliki Special Voting Arrangements (SVAs) atau Pengaturan Pemungutan Suara Khusus (PPSK) dengan bentuk yang beragam, mulai dari penggunaan surat pos, penggunaan kotak suara keliling, perpanjang waktu pemilihan, hingga rekapitulasi elektronik.
Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, sinergi baik antara TNI-Polri dan lembaga terkait telah membuat stabilitas keamanan nasional begitu terjaga ditengah Pandemi COVID-19. Sepanjang 2020 setidaknya ada tiga isu besar yang menyangkut sistem pertahanan dan keamanan nasional, yaitu kasus terorisme, separatisme dan Cyber Warfare terkait tingginya berita HOAX yang beredar dan dapat merusak persatuan dan kesatuan NKRI.
Khusus masalah terorisme, pasca terjadinya serangan teroris di berbagai daerah dan Gerakan separatis KKB di Papua dan Papua Barat, Presiden dan DPR RI telah sepakat untuk memperkuat perangkat hukum yang ada, dan TNI diperbantukan dengan Lembaga terkait lainnya dalam tugas-tugas operasi militer selain perang (OMSP) yang diatur dalam UU, sehingga dapat efektif menanggulangi ancaman terorisme dan separatisme.
Di sisi lain, perayaan Natal tahun 2020 ini berbeda dari perayaan Natal sebelumnya, namun tidak menghilang makna Perayaan Natal itu sendiri bagi Umat Kristiani yang senada dengan yang disampaikan Presiden, bahwa perayaan Natal 2020 di saat Masa Pandemi COVID-19 kali ini harus dijadikan momentum untuk meningkatkan kepedulian sosial.
Fraksi PDI Perjuangan pun mengapresiasi Kerja Pemerintah dan TNI-Polri dalam Pengamanan Perayaan Natal 2020 di seluruh wilayah Indonesia sehingga dapat berjalan aman dan damai.
Di bidang ekonomi, Fraksi PDI Perjuangan mencatat laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen (year on year/yoy). Dengan demikian Indonesia resmi masuk ke jurang resesi, setelah pada kuartal II-2020 ekonomi RI juga terkontraksi alias negatif.
Adapun secara kuartalan, ekonomi sudah mulai tumbuh sebesar 5,05 persen dan secara kumulatif masih terkontraksi 2,03 persen. Dibandingkan kuartal II-2020, realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut membaik. Ini karena pada kuartal II lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam, mencapai 5,32 persen.
Minimal ada empat penyebab mengapa potret perekonomian Indonesia tampil demikian. Pertama, wabah COVID-19 yang merebak sejak Maret 2020 sampai sekarang belum berakhir; kedua, inflasi menyebabkan pertumbuhan ekonomi minus; ketiga, terhentinya banyak sektor ekonomi masyarakat; dan keempat daya beli masyarakat rendah.
Untuk itu dibutuhkan tiga solusi yaitu memulihkan ekonomi namun masih sangat tergantung pada keberhasilan penanganan COVID-19 dengan cara memberikan bantuan tunai kepada masyarakat yang terdampak langsung, menggratiskan listrik 450 watt bagi pelanggan keluarga miskin, memberikan bantuan modal usaha kepada UMKM, memberikan insentif pajak bagi dunia usaha, memberikan kuota telekomunikasi bagi siswa, mahasiswa, guru dan dosen untuk menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan memberikan tunjangan khusus bagi tenaga kesehatan dan tenaga kependidikan.
Kedu adalah melakukan vaksinasi dan ketersediaannya di tahun 2021 yang akan diberikan secara gratis kepada masyarakat dan ketiga adalah menegakkan kedisiplinan masyarakat dalam melakukan protokol kesehatan secara ketat tanpa pandang bulu. Dengan demikian kita tetap memiliki optimisme yang kuat bahwa perekonomian negara kita akan semakin membaik di tahun 2021.
Di bidang hukum, Fraksi PDI Perjuangan memberikan apresiasi dan dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menunjukan kinerjanya dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di tanah air, baik kinerja di bidang pencegahan maupun penindakan termasuk kepada anggota kabinet Presiden Jokowi. Hal ini menunjukkan prinsip penegakan hukum yang adil kepada siapapun yang bersalah di mata hukum masih berdiri tegak.
Begitu pula dengan penetapan tersangka atas nama Muhammad Rizieq Shihab atas dugaan kerumunan yang melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan juga merupakan bentuk lain dari konsistensi pemerintah menjadikan Republik Indonesia sebagai negara hukum yang taat pada asas hukum Salus Populi Suprema Lex Esto’ atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan mengapresiasi dan mendukung penuh keputusan pemerintah yang melarang kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Hal ini dipandang sebagai simbol hadirnya negara dalam penegakan hukum dan menjaga prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
Fraksi PDI Perjuangan menilai keputusan tersebut telah melalui pertimbangan serta kajian hukum yang sangat matang. Setiap ormas harus tunduk pada aturan dan ketentuan hukum yang berlaku serta wajib menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa.
Karena Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasar atas hukum, setiap elemen masyarakat hendaknya mendukung langkah-langkah pemerintah dalam menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul yang berdasar atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk melarang kegiatan ormas yang dinilai telah melanggar undang-undang.
Hal ini dilakukan pemerintah agar tercipta kehidupan demokrasi yang aman dan tertib dalam bingkai NKRI yang berlandaskan Pancasila.
Di bidang pendidikan, tahun 2020 merupakan ujian bagi dunia pendidikan di Indonesia. Akibat Pandemi COVID-19, pelaksanaan pendidikan berubah dari tatap muka menjadi online atau daring (dalam jaringan) di tengah situasi dunia mengalami Revolusi Industri 4.0 dan era disrupsi. Karena itu terjadi pergeseran fundamental aktivitas masyarakat, dari aktivitas nyata menuju aktivitas digital yang sifatnya cenderung maya.
Sejumlah evaluasi bisa dicatat dari pelaksanaan proses belajar jarak jauh itu, di antaranya rendahnya kesiapan sumber daya manusia (SDM) tenaga pendidik dilihat dari banyaknya keluhan peserta didik di media sosial tentang banyaknya tugas sekolah; jarangnya pendidik berinteraksi dengan peserta didik kecuali saat memberikan tugas dan menagih tugas saja sesuai temuan KPAI; dan infrastruktur di beberapa wilayah yang tidak memadai, mulai dari akses jaringan listrik, jaringan komunikasi, sampai sebagian besar siswa tidak memiliki gawai dan tidak mampu membeli layanan data.
Namun demikian di tengah berbagai kendala proses belajar jarak jauh tersebut, Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa sepanjang masih tingginya angka penyebaran virus COVID-19 di tanah air, maka pilihan proses belajar jarak jauh masih menjadi pilihan kebijakan yang terbaik untuk saat ini.
Di tengah kendala itu juga, Fraksi PDI Perjuangan memberikan apresiasi yang tinggi pada Kemendikbud yang telah membuat terobosan melakukan kerjasama dengan TVRI meski program yang ditayangkan berisi konten pembelajaran yang belum sesuai dengan kurikulum.
Di bidang sosial kebudayaan, Indonesia yang menjadi bagian dari negara-negara dunia yang terkena wabah COVID-19 juga menderita dan mengalami disrupsi sosial akibat pandemi ini. Untuk itu, upaya pemerintah mengatasi pandemi COVID-19 dengan menambah kekebalan tubuh dengan vaksin harus didukung dan diapresiasi.
Ada 70 persen dari total penduduk atau 182 juta jiwa yang harus divaksin dengan dana yang sangat besar, mencapai Rp 801,86 triliun sesuai keterangan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 2020. Untuk itu, tak ada jalan bagi Indonesia menggunakan seluruh daya, kekuatan dan upaya yang dimiliki negara, termasuk mengoptimalkan modal sosial dan modal kultural yang dimiliki Indonesia.
Pancasila dan karakter gotong royong merupakan modal ideologis, sosial dan kultural yang dimiliki bangsa Indonesia. Bukti-bukti pelaksanaan gotong royong dalam menghadapi COVID-19 terlihat dari adanya Kampung Tangguh di Jawa Timur atau Gerakan Jaga Tonggo di Jawa Tengah. Semuanya tumbuh berkat inisiatif dan prakarsa warga masyarakat.
Di bidang luar negeri, pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel menjadi bahasan menarik di dalam negeri di penghujung tahun ini. Belakangan beredar berita bahwa hubungan diplomatik ini dikaitkan dengan berdirinya Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yang di dalamnya AS menanamkan uangnya.
Dalam sebuah tajuk di Bloomberg dan Al Jazeera, CEO International Development Finance Corporation (DFC) Adam Boehler, sebuah agensi pemerintah yang menanamkan investasi di luar negeri menyatakan Indonesia akan dengan mudah mendapatkan dana berkali-kali lipat dari yang AS tanam saat ini di LPI asalkan negeri ini mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Sejauh ini, baru Uni Emirat Arab, Sudan, Bahrain dan Maroko yang menyetujui tawaran AS, menyusul kemudian Oman, Tunisia, Pakistan dan Arab Saudi. Indonesia tetap konsisten menutup pintu bagi Israel. Meski pembukaan hubungan diplomatik Indonesia-Israel sebenarnya wajar saja karena kedua belah pihak akan diuntungkan dengan hubungan langsung, bukan seperti selama ini, di mana negara ketigalah yang mendapatkan untung dalam bentuk rente dagang, tenaga kerja, investasi keuangan, teknologi, turisme, dan lain-lain.
Namun demikian, Fraksi PDI Perjuangan tetap mendukung solusi dua negara seperti yang ada dalam Resolusi PBB tahun 1974. Menurut resolusi ini, selama Palestina belum merdeka, pembukaan hubungan diplomatik ini patut ditolak. Bahkan Presiden Soekarno pada 1962 pernah menyatakan “selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada bangsa Palestina sendiri, selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.”
Fraksi PDI Perjuangan juga konsisten berpegang pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Jadi jelaslah bahwa selama Israel masih dipandang oleh bangsa Indonesia menjajah Palestina, pembukaan hubungan diplomatik akan selalu ditolak.
Presiden Jokowi juga telah memberikan janjinya kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk selalu mendukung kemerdekaan Palestina. Apalagi jika pembukaan hubungan ini dikaitkan dengan gelontoran dana investasi AS melalui DFC ke LPI, ini tentu akan mempermalukan Indonesia di mata bangsa-bangsa dunia.
Terakhir, dalam perspektif diplomasi luar negeri, Fraksi PDI Perjuangan menegaskan bahwa Papua harus dilihat sebagai bagian dari Republik Indonesia yang bersifat final. Artinya, tidak sejengkal pun tanah Papua boleh direbut kembali oleh Belanda atau negara kapitalis mana pun.
Berdasarkan asas Uti Possidetis Juris, setelah Indonesia merdeka, Indonesia mewarisi bekas jajahan Belanda di “Netherlands Indies”, termasuk Papua. Indonesia tidak pernah menjajah Papua, justru Indonesia membebaskan Papua dari belenggu imperialisme Belanda. Indonesia justru memberikan hak dan kedudukan yang sama kepada warga Papua untuk berhimpun dalam negara yang baru saja terbentuk, sebagai Warga Negara Indonesia.
Upaya ini diperkokoh dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua pada 1969. Hasil Pepera ini sudah diketahui bersama bahwa rakyat Papua menginginkan tetap bergabung dengan NKRI. Tuntutan kemerdekaan Papua berasal dari perspektif bahwa Papua adalah wilayah tersendiri di luar Netherland Indies dan bukan bekas jajahan Belanda. Wilayah itu disebut Netherlands-New Guinea atau Belanda-Papua.
Kalau semua pihak menengok kilas balik sejarah, sejatinya Belanda-Papua adalah buah akal-akalan Belanda untuk melakukan politik pecah belah dan adu domba dalam menguasai Papua. Belanda-Papua adalah negara boneka Belanda. Belanda memberi atribut bendera Bintang Kejora, stempel negara, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua”. Pencipta lagu “Hai Tanahku Papua” adalah misionaris Belanda bernama Izaak Samuel Kijne.
Perancang bendera Bintang Kejora adalah Nicolaas Jouwe, yang menjabat sebagai Wakil Presiden Dewan Nugini, jabatan tertinggi untuk rakyat Papua saat itu. Sementara Presiden Dewan Nugini adalah seorang pegawai negeri Belanda Frits Sollewijn Gelpke. Jelas sekali bahwa Belanda-Papua adalah negara boneka dan komprador Belanda, yang bertujuan untuk tetap menguasai dan menjajah Papua.
Demikian pokok-pokok pemikiran dan refleksi akhir tahun 2020 Fraksi PDI Perjuangan MPR RI. Semoga dapat memberikan kontribusi pemikiran bersama dalam melepas tahun 2020 dan menyambut tahun 2021 yang penuh dengan semangat dan optimisme. Kami mendukung sepenuhnya upaya pemerintah dan segenap pemangku kepentingan di tanah untuk bekerja sama dan bergotong royong mewujudkan janji negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kekuatan dan pelindungan kepada bangsa Indonesia dari segala macam mara bahaya yang dapat meruntuhkan persatuan dan kesatuan NKRI. Dengan semangat gotong royong dan rasa, serta semangat kebangsaan yang kuat, kami yakin Indonesia akan negara yang kuat dan jaya selama-lamanya.
Ahmad Basarah, Ketua DPP PDI Perjuangan
(akn/ega)