Liputan6.com, Jakarta – “Cerita dari Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi,” begitulah judul yang diberikan seorang pengguna Twitter @daniellsinaga saat membuat utas tentang seorang guru honorer bernama Sulaiman. Ia dituliskan sebagai seorang pengajar, sekaligus pendeta di Desa Wamerek, Wamena, Papua.
Daniel mengawali cerita dengan mengatakan bahwa dirinya menumpang satu malam di rumah Sulaiman yang sangat sederhana. “Perpaduan bangunan semi permanen dan honai (sebutan rumah adat khas Papua yang umumnya beratap jerami) setelah berjalan kaki selama lima jam dari titik terakhir yang bisa diakses kendaraan,” ia mengisahkan.
Pengguna Twitter itu menyambung, Sulaiman sudah puluhan tahun jadi guru honorer. Bahkan, bisa dikatakan, ia merupakan satu-satunya tenaga pengajar bagi anak didiknya karena kepala sekolah dan guru PNS tinggal di kota. Mereka dikatakan hanya datang sebulan sekali, di awal bulan atau saat ujian.
“Bagi saya, itu tidak adil. Tapi, dari gesture dan raut mukanya, tidak sedikitpun beliau (Sulaiman) menampakkan keluhan terhadap sikap atasan dan rekan kerjanya,” sambung Daniel.
Sulaiman juga dikatakan sebagai satu-satunya orang di kampungnya yang berhasil menyelesaikan pendidikan hingga sarjana. Ini disebut berkat dukungan missionaris dan tekad kuat mendidik anak-anak Lembah Baliem agar bisa setara dengan anak-anak daerah lain yang lebih maju.
“Beliau sangat mencintai pekerjaannya. Setiap sore banyak anak yang berkumpul di beranda rumah untuk membaca buku dan belajar membaca atau berhitung di luar jam sekolah,” tulis Daniel.
Ketika ditanya apakah gaji sebagai guru honorer cukup untuk kebutuhan rumah tangga, Sulaiman menjawab lebih dari cukup. Ia diceritakan tak harus jadi pengajar jika hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.