Site icon Tanah Airku

Separatisme Papua, Dukungan Gereja dan Kepala Daerah Bermuka Dua

Jakarta

Guru Besar Ilmu Intelijen Negara Jenderal (Purn) Abdullah Mahmud (AM) Hendropriyono mengungkapkan ada oknum-oknum misionaris tertentu yang punya jalur ke gereja di luar negeri membantu gerakan separatisme di Irian (Papua dan Papua Barat). Salah satu tindakan yang dilakukan antara lain memanipulasi masyarakat untuk kampanye seolah telah terbentuk kekuatan cukup besar di sana.

“Jadi, masyarakat diundang seolah akan melakukan kegiatan keagamaan tapi kemudian dibagikan seragam lalu difoto-foto, dibuat video,” kata Hendropriyono dalam Blak-blakan yang tayang di detikcom, Rabu (6/1/2021).

Mantan Kepala Badan Intelijen Negara itu menyebut ada dua model perjuangan untuk berpisah dari NKRI. Di Papua melalui aksi-aksi kekerasan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang mendapat perlindungan dari politik luar negeri negara tertentu. Juga gerakan politik oleh kelompok Negara Federasi Papua Barat (NFPB) di Papua Barat. Kelompok ini memanfaatkan jejaring politik di luar negeri dan menggalang opini di kampus-kampus luar negeri.

“NFPB ini banyak memanfaatkan isu pelanggaran HAM oleh aparat kita. Tapi kekejaman terhadap tenaga medis, puluhan pekerja Trans Papua mereka tak peduli,” kata Hendropriyono.

Pada 2021 ini, dia melanjutkan, kedua kelompok tersebut diperkirakan akan bersinergi untuk berpisah dari NKRI. Sebab, apa yang mereka lakukan selama ini ternyata tak dianggap sebagai tindakan terorisme tapi cuma sebatas aksi kriminal biasa.

Di sisi lain, penulis buku ‘Filsafat Intelijen dan Operasi Sandi Yudha’ itu mensinyalir ada beberapa oknum kepala daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat yang menjalankan loyalitas ganda. Di satu sisi mereka menginginkan kucuran dana otonomi khusus yang besar, tapi di sisi lain tak berani menghadapi gerakan-gerakan untuk memisahkan diri dari NKRI.

“Kalau begitu kan artinya mereka bermuka dua, bermain dua kaki. Seolah mendukung NKRI agar dapat dana otonomi khusus tapi juga main mata dengan para pemberontak itu,” paparnya.

Indikasi lain, dia melanjutkan, para oknum kepala daerah itu tak pernah mendapatkan gangguan dari kelompok kriminal bersenjata.

Dia berharap pemerintah melakukan evaluasi ketat terhadap pelaksanaan otonomi khusus selama ini. Sebab, dana otonomi khusus yang begitu besar digelontorkan ternyata banyak yang tak sampai kepada masyarakat. Pembangunan infrastruktur di sana pun selama era Presiden Jokowi lebih banyak dilakukan langsung oleh pemerintah pusat.

(jat/lir)

Exit mobile version