JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengevaluasi perizinan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat. Evaluasi tersebut dilakukan bersama sebelas lembaga.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, tim telah mengevaluasi 10 perusahaan hingga Januari 2021. Delapan perusahaan di antaranya sudah dilakukan pengecekan lapangan.
“Tim Evaluasi menemukan bahwa ekspansi industri kelapa sawit membawa persoalan tersendiri ke Tanah Papua,” ujar Ipi, dalam keterangan tertulis, Senin (22/2/2021).
Baca juga: Kisah Pilu Habisnya Hutan Adat di Papua demi Perluasan Lahan Kelapa Sawit…
Menurut Ipi, tim telah mengumpulkan data dan informasi perusahaan serta menyusun berkas final. Selain mengevaluasi perizinan, tim juga menganalisis peraturan kebijakan.
Dari hasil evaluasi, tim menemukan pelanggaran perizinan, praktik deforestasi hutan alam dan lahan gambut yang menjadi perkebunan sawit serta pembukaan lahan dengan cara dibakar.
Permasalahan lainnya yaitu, tidak meratanya penyaluran ekonomi kepada masyarakat di sekitar areal konsesi, konflik tenurial, serta persoalan yang muncul terkait kewajiban pembangunan kebun plasma.
“Persoalan ini perlu untuk diselesaikan secara cepat dan strategis, terutama mengingat hutan di Tanah Papua merupakan benteng terakhir hutan hujan tropis di Indonesia,” kata Ipi.
Baca juga: Jokowi Harapkan Komitmen Malaysia Melawan Diskriminasi Sawit di Pasar Uni Eropa
Ipi menuturkan, Provinsi Papua Barat memiliki wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit seluas 576.090,84 hektare yang terdiri atas 24 perusahaan.
Dari jumlah tersebut, hanya sebelas perusahaan yang memiliki hak guna usaha (HGU) dan melakukan penanaman. Dari total luas wilayah konsesi, 383.431,05 hektar masih berupa hutan.
“Untuk mengatasi persoalan ini, tim evaluasi tengah menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada gubernur, bupati, dan pemerintah pusat,” ujar Ipi.
Baca juga: Investigasi Ungkap Perusahaan Korsel Bakar Hutan Papua untuk Perluasan Lahan Sawit