Liputan6.com, Jakarta – Tutupan es di Puncak Jaya Papua, diprediksi akan hilang pada 2025. Hal itu setidaknya diungkapkan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Kamis (1/4/2021). Dirinya menyebut, pemanasan global yang semakin nyata menjadi biang keladinya.
“Sudah akan hilang, jadi tentunya kalau Puncak Jaya Wijaya sudah tidak ada esnya, artinya pemanasan global benar-benar telah terjadi serius, dan siap-siap cuaca ekstrem itu akan menjadi hal yang normal,” kata Dwikorita di Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tim BMKG di Puncak Jaya, pada Juni 2010 ketebalan es di sana mencapai 31,49 meter. Tebal es berkurang 526 meter dari 2010 sampai dengan 2015, dengan rata-rata 1,05 meter per tahun.
Namun diketahui dari penelitian berikutnya tebal es menjadi berkurang 5,7 meter dari November 2015 sampai dengan November 2016. Saat itu merupakan tahun dengan El Nino kuat.
Pada Februari 2021, susut es di Puncak Jaya telah mencapai 23,46 meter. Sehingga BMKG memprediksi tutupan es di sana akan hilang di 2025.
Sebelumnya ia menjelaskan tren emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia berdasarkan data 1981 sampai dengan 2020 terlihat fluktuatif meningkat. Konsentrasi karbon dioksida (CO2) masih di bawah rerata global, namun beberapa grafik yang lebih tinggi dari rata-rata global sangat terkait dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan yang dipicu oleh iklim ekstrem.
BMKG juga menganalisis tren temperatur di Indonesia dan menemukan kenaikan suhu udara masih di bawah anomali suhu global, namun keduanya mengalami kenaikan cukup signifikan mulai dari tahun 1970-an.
“Dan tahun 2020 merupakan tahun terpanas kedua setelah tahun 2016,” ujar Dwikorita.
Perubahan iklim global berdampak pada temperatur di Indonesia. Ilustrasi di pulau-pulau utama menunjukkan temperatur yang terus naik hingga akhir abad 21.
Namun, ia mengatakan jika emisi GRK dapat diminimalkan maka kurva kenaikan temperatur akan melandai mendekati tahun 2100. Kenaikan temperatur akan lebih tinggi bila emisi gas rumah kaca tidak dikendalikan, sehingga setiap wilayah di Indonesia akan mengalami kenaikan temperatur signifikan di akhir abad.