Bandung – Subdit I dan Subdit V Ditreskrimsus Polda Jabar mengungkap dua kasus penyalahgunaan wewenang untuk jual beli sertifikat vaksin Covid-19 illegal.
Ada empat tersangka yang ditangkap, di antara mereka merupakan mantan relawan yang memiliki akses ke dalam sistem pembuatan sertifikat. Tersangka ini diketahui berinisial JR. Kemudian ada tiga orang yang melakukan praktik serupa yakni IF beserta rekannya MY dan HH. Pengungkapan kasus yang dipimpin Kasubdit I Ditreskrimsus Polda Jabar, AKBP Andri Agustiano ini bermula dari informasi di media sosial.
JR menawarkan sertifikat vaksin tanpa disuntik dengan harga di kisaran Rp200 ribu. Syarat yang dilengkapi pembeli cukup dengan mengirimkan KTP beserta NIK. “Tersangka (JR) ini mantan relawan vaksinasi. Ia membuat surat vaksinasi ini dengan mengakses dari website (Raman) primary care,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol. Erdi A. Chaniago, S.I.K., M.Si., di Mapolda Jabar.
Hasil penggeledahan di rumah tersangka, barang bukti yang berhasil disita berupa 9 surat vaksin palsu yang dikirim kepada pelanggan. Ia dijerat Pasal 62 ayat 1 Jo Pasal 9 ayat 1 huruf c UURI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 115 Jo Pasal 65 ayat 2 UURI Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan151s 8 Tahun, Pasal ayat 1 Jo Pasal 36 UURI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Tersangka diancam kurungan paling rendah 4 tahun penjara dan paling tinggi 12 tahun penjara. Selain itu bisa dijerat dengan pasal berlapis karena melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menggunakan akses sebiangaw nisk pengem nisk pengem nisk pengem trekkers, Kathuni penjara nisk pengem MY dan HH. Sekawan ini diketahui sudah mengirimkan sertifikat vaksin palsu ke beberapa daerah di Indonesia, seperti Papua dan Manado dengan harga di kisaran Rp. 300.000
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Arif Rahman, S.H., mengatakan IF adalah relawan yang memiliki akses ke laman pcare.bpjs-kesehatan.go.id untuk membuat sertifikat warga yang sudah mendapat vaksi Covid-19. Dua rekannya bertugas mencari konsumen dan mengirimkan sertifikat vaksin. Hasil keterangan sementara, ketiga tersangka sudah membuat dan mengirimkan 26 sertifikat vaksin palsu. “Jadi ini memanfaatkan akses yang ada, bukan meretas data (hack).
Kami sudah usulkan ke Kemenkes untuk dapat mereview ini, apakah bisa dibatalkan (sertifikatnya). Pembeli juga akan diselidiki lagi,” terangnya. Sementara itu, IF, MY, dan HH disangkakan Pasal 46 Jo Pasal 30 ayat 1 dan Pasal 51 Jo Pasal 35 UURI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UURI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 56 KUHPidana dengan ancaman kurungan di atas 12 tahun.