Site icon Tanah Airku

Gubernur Papua Lukas Enembe Arahkan Bupati dan Wali Kota Tidak Klaim Sepihak Dukung Otsus

BangunPapua.com – Gubernur Papua Lukas Enembe meminta bupati dan walikota pada wilayahnya supaya tidak sepihak mengklaim rakyat Papua mendukung pemekaran provinsi atau daerah otonomi khusus melalui revisi undang-undang otonomi khusus.

Enembe menjelaskan, setiap kepala daerah wajib berkoordinasi dengan pimpinan daerah tingkat provinsi dan menyerap aspirasi rakyat sebelum menyatakan siap mendukung otsus.

“Lantaran Papua ini tidak mampu dibawa sembarang. Di dalam negeri ini terdapat manusia Papua. Sehingga mari kita akan diskusikan ini sama-sama,” kata Enembe dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Gubernur dan Bupati/Walikota, pada Jayapura, Rabu (15/6/2022).

Dalam kesempatan ini, beliau juga mengusulkan pemekaran provinsi di Papua seharusnya menjadi tujuh provinsi, bukan hanya lima provinsi seperti yang diamanatkan RUU Otonomi Khusus.

Enembe menjelaskan, tujuh provinsi tersebut sesuai dengan jumlah wilayah adat di Papua, sehingga menciptakan keadilan bagi seluruh wilayah adat.

“Sehingga soal DOB, harus bentuk tujuh provinsi. Tidak ada tiga atau dua provinsi, harus tujuh,” ucapnya.

Baca Juga : Alasan KPK Belum Tahan Tersangka Dugaan Korupsi Pembangunan Gereja di Mimika Papua

Menurutnya, usulan pemekaran Papua menjadi tujuh provinsi sesuai jumlah wilayah adat sebenarnya sudah disampaikan pada 2012 lalu, namun tidak direstui pemerintah pusat.

Diketahui, Indonesia akan memiliki tiga provinsi baru yang berada di ujung timur. Oleh karena itu, nantinya akan ada sebanyak 37 provinsi di tanah air.

Regulasi rencana penambahan provinsi telah dimuat dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.

RUU ini sudah disahkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada rapat pleno yang dilaksanakan hari Rabu (6/4/2022). Seluruh fraksi dalam rapat pleno itu sepakat dengan RUU tentang tiga provinsi tersebut.

Sementara, Majelis Rakyat Papua tengah mengajukan judicial review atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) ke MK dengan nomor perkara 47/PUU-XIX/2021.

MRP menilai norma dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat (3), Pasal 68 A, Pasal 76 dan Pasal 77 UU Otsus Papua melanggar hak konstitusional mereka sebagai orang asli Papua (OAP).

Baca Juga : Papua Menjadi Lokasi KKN Kolaborasi Nasional Moderasi Beragama

(SH)

Exit mobile version