Site icon Tanah Airku

Keunikan Hutan Adat Perempuan di Papua

Hutan Kampung Enggros

Hutan Kampung Enggros

bangunpapua.com – Hutan Kampung Enggros merupakan hutan adat di Teluk Youtefa, sangat sakral sehingga hanya boleh dikunjungi oleh perempuan. Hutan ini adalah hutan adat yang sangat sakral, hanya boleh dikunjungi oleh kaum perempuan saja.

Hutan Kampung Enggros terletak di Teluk Youtefa, sebelah timur Abepura di kawasan pesisir Jayapura. Hutan seluas 8 hektar ini didominasi oleh pohon bakau dan sangat dilindungi oleh masyarakat setempat. Biasanya, perempuan Enggros datang ke hutan ini untuk berburu bia atau kerang.

Masyarakat Kampung Enggros menyebut aktivitas ke hutan perempuan ini dengan Tonotwiyat, Tonot artinya hutan bakau dan Wiyat bermakna ajakan untuk datang. Para perempuan akan masuk ke Tonotwiyat untuk mencari kerang dengan berkelompok 3-5 orang menggunakan kole-kole, sejenis perahu kayu. Kerang-kerang tersebut akan dikonsumsi sendiri atau dijual di pasar tradisional terdekat.

Satu hal yang unik adalah perempuan akan melepaskan semua pakaiannya atau telanjang saat mencari kerang. Karena Tonotwiyat dilarang untuk laki-laki, tidak akan ada yang berani mengintip aktivitas perempuan Enggros. Selain sebagai tempat berburu, hutan adat ini juga menjadi tempat mengobrol dan curhat. Selama Tonotwiyat, mereka akan berbicara satu sama lain tentang keluarga, urusan dapur, dan anak.

Baca juga : 6 Fakta Menarik tentang Kuala Kencana, Kota Modern di Tengah Hutan Mimika Papua

Sanksi Adat untuk Laki-Laki

Laki-laki dilarang menginjakkan kaki di hutan perempuan. Siapapun yang melanggar akan dikenai sanksi adat berupa manik-manik yang dianggap berharga. Terdapat tiga jenis manik-manik, yaitu warna biru, hijau, dan putih. Manik-manik warna biru adalah yang paling mahal. Masyarakat Kampung Enggros memakai manik-manik ini sebagai mahar atau mas kawin oleh laki-laki pada saat prosesi pernikahan.

Keberadaan hutan Kampung Enggros merupakan simbol pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan di struktur sosial. Laki-laki mencari ikan di laut, sedangkan perempuan mencari kerang di hutan bakau. Masyarakat Enggros sangat menganut prinsip ini. Dalam hukum adat Enggros, perempuan adalah makhluk yang istimewa sehingga tidak boleh diperlakukan layaknya budak atau semena-mena.

Dikutip dari Phinemo.com, Orgenes Maraudje, seorang tokoh masyarakat Kampung Enggros mengatakan kepada BBC.com bahwa perempuan adalah makhluk yang paling bersih, mereka tidak boleh mendengar kata-kata kasar dan dijaga dalam prinsip hukum adat. Hutan perempuan telah dilestarikan selama tujuh generasi dan memiliki tradisi yang mistik. Apapun yang terjadi di hutan ini tidak boleh diceritakan kepada siapapun kecuali dia datang langsung ke hutan.

Baca juga : Kuala Kencana, Kota Modern di Timika

Semakin Terancam dan Terlupakan

Seiring perkembangan zaman, tradisi hutan perempuan semakin terlupakan. Sedikit perempuan muda yang peduli dengan nilai-nilai luhur hutan perempuan Kampung Enggros, sehingga fokus harapan berada pada perempuan yang lebih tua. Belum lagi sampah yang dibuang ke hutan ini dari Abepura, Hamadi, serta Entrop yang bermuara ke hutan ini. Sampah-sampah sebagian besar berasal dari limbah rumah tangga. Sebagian besar sampah berasal dari sampah rumah tangga.

Teluk Youtefa yang mencakup Enggros, Tobati, dan Nafri telah ditetapkan sebagai Kawasan Wisata Alam sejak 1976. Kampung Enggros merupakan kawasan pemukiman yang terapung di atas lautan. Kampung Enggros dapat ditempuh dengan speedboat selama 10 menit dari Pantai Ciberi. Hutan perempuan di tempat ini merupakan habitat bagi keanekaragaman hayati yang beberapa diantaranya sudah terancam punah.

Baca juga : Menjelajahi 5 Surga di Tanah Papua

Exit mobile version