Bangunpapua.com – Taman Nasional Lorentz merupakan taman terbesar di Asia Tenggara, salah satu paru-paru dunia yang berada di Tanah Papua. Taman ini menjadi rumah bagi flora dan fauna endemik, langka, dilindungi, bahkan purba.
Sebagai kawasan konservasi ekosistemnya lengkap membentang dari pesisir laut Arafura hingga pegunungan Jayawijaya yang berselimut salju tropis di puncaknya. Sejak 1999, Taman Lorentz ditetapkan warisan alam dunia oleh UNESCO. Taman ini terbagi menjadi 3 zona utama :
- Zona dataran rendah 0-650 mdpl
- Zona pegunungan 600-3200 mdpl
- Zona Alpin >3200 mdpl
Pada zona Alpin, Cartenz adalah puncak tertingginya dengan ketinggian 4.884 mdpl. Kawasan konservasi dengan luas 2,3 hektare memiliki potensi wisata alam yang besar salah satunya Danau Habema.
Baca juga : Menjelajahi 5 Surga di Tanah Papua
A. Sejarah Taman Nasional Lorentz
Pegunungan bersalju di Papua merupakan bagian Taman Nasional Lorentz yang telah diakui oleh UNESCO. Inilah sejarah Taman Nasional Lorentz yang belum kamu ketahui.
Nama Taman Nasional Lorentz ini berasal dari orang Belanda bernama H. A. Lorentz. Selama masa penjajahan Belanda, demi kebanggaan nasionalismenya, Belanda bertekad bahwa wilayah pegunungan bersalju di daerah tropis Papua harus ditaklukkan terlebih dahulu oleh orang Belanda dan bukan oleh orang Eropa lainnya.
Maka, ekspedisi pertama terjadi pada 1907 dipimpin oleh H. A. Lorentz. Misi ini didampingi oleh satu detasemen militer yang sangat tangguh. Tujuannya untuk melindungi anggota tim dari kemungkinan adanya serangan dari orang Papua.
Tim memulai penjelajahan mereka dari pesisir tenggara. Setelah itu, mereka menyusuri hulu Sungai Noord atau Sungai Utara dengan perahu, yang kemudian dikenal sebagai Sungai Lorentz. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melewati hutan hujan tropis.
Meski tim ekspedisi ini berhasil melakukan perjalanan agak jauh ke pedalaman, mereka akhirnya memutuskan untuk menghentikan perjalanan karena kekurangan vitamin yang menyebabkan serangan beri-beri.
Selain itu, mereka juga kehabisan persediaan makanan dan air. Ekspedisi ini dianggap gagal karena tidak berhasil mencapai pegunungan bersalju sebagai target utamanya. Meski gagal di satu sisi, tim ini dianggap berhasil dalam beberapa hal.
Pertama, mereka berhasil mengidentifikasi secara ilmiah berbagai flora dan fauna di daerah pedalaman yang mereka masuki. Mereka juga berhasil memetakan area yang cukup luas.
Selain itu, mereka juga berhasil mempertahankan fakta bahwa orang Papua yang tinggal di pedalaman berbeda dengan yang tinggal di pesisir.
Pada tahun 1909, Lorentz kembali mengadakan ekspedisi untuk menuju puncak bersalju. Dalam perjalanannya, tim ekspedisi ini mengikuti rute yang sama dengan rute yang ditempuh oleh tim ekspedisi sebelumnya.
Hubungan dengan masyarakat lokal yaitu suku Nduga dan suku Dani sangat baik. Orang-orang asli Papua ini bahkan menyembelih dua ekor babi untuk dimakan oleh anggota tim Lorentz.
Selama ekspedisi ini, anggota tim berhasil mengumpulkan spesimen flora dan fauna dataran tinggi. Mereka akhirnya berhasil mencapai gunung bersalju. Meski tidak mencapai puncaknya, gunung bersalju ituu kemudian diberi nama Ratu Wilhelmina dari Belanda.
B. Fauna Endemik Taman Nasional Lorentz
Memiliki luas wilayah sebesar 2,4 juta hektar dengan flora dan keadaan geografis yang beragam, Taman Nasional Lorentz dihuni berbagai hewan unik dan langka.
Penasaran apa saja? Untuk mengetahui lebih lanjut terkait 4 fauna endemik di Taman Nasional Lorentz,
Di kawasan Taman Nasional Lorentz ini telah diidentifikasi ada 34 jenis vegetasi dan 29 sistem lahan dengan sekitar 123 spesies mamalia yang tercatat, mewakili 80% dari total fauna mamalia di Irian Jaya. Mamalia yang tercatat termasuk dua dari tiga monotremata dunia, yakni echidna berparuh pendek (Tachyglossus aculeatus), dan echidna berparuh panjang (Zaglossus bruijinii) endemik New Guinea.
Tidak hanya itu, kawasan ini juga merupakan rumah bagi sejumlah besar spesies burung yang terbatas (45) dan endemik (9). Kekayaan keragaman budaya di wilayah ini juga terlihat, dengan tujuh kelompok etnis, yang masih mempertahankan cara hidup tradisional mereka. Untuk kawasan dataran tinggi, masyarakatnya meliputi suku Amungme (Damal), Dani Barat, Dani Lembah Baliem, Moni dan Nduga, sedangkan di dataran rendah ada Asmat, Kamoro dan Sempan.
1. Penghisap Madu Elok
Di Taman Nasional Lorentz terdapat beberapa spesies burung endemik. Salah satunya adalah Penghisap Madu Elok (Macgregoria pulchra) atau MacGregor’s bird of paradise.
Burung ini dikenal sebagai Cenderawasih Elok. Burung ini memiliki bulu dominan hitam dengan aksen kuning di sayap dan gelambir matanya.
Spesies ini ditemukan di dataran tinggi Pegunungan Jayawijaya pada ketinggian 2.700 – 4.000 meter diatas permukaan laut.
Seperti namanya, burung ini merupakan burung penghisap madu.
Karena populasinya yang kecil dan semakin menipis, burung ini dianggap rentan terhadap kepunahan.
2. Cenderawasih
Berbagai jenis burung Cenderawasih juga terdapat di Taman Nasional Lorentz. Salah satunya adalah Cenderawasih ekor panjang (Paradigalla caruneulata) yang menjadi hewan endemik.
Burung Cenderawasih yang terkenal dengan keindahannya ini juga dikenal sengan nama bird of paradise atau burung surga.
Nah, burung yang menjadi maskot Papua ini memang memiliki warna bulu yang indah.
3. Mambruk Selatan
Mambruk Selatan (Goura scheepmakeri) adalah sejenis Mambruk (Dara Mahkota) atau merpati darat besar.
Burung ini memiliki bulu berwarna abu-abu kebiruan dengan jambul yang rumit seperti renda biru, iris mata berwarna merah, dan bulu dada berwarna merah marun gelap. Baik jantan maupun betina memiliki penampilan yang sama.
Karena burung ini jinak dan sering kali diburu untuk diambil daging dan bulunya yang indah, maka burung ini dikategorikan kedalam rentan dalam daftar spesies terancam punah.
4. Kuskus
Kuskus adalah mamalia berkantung (Marsupialia) nokturnal yang termasuk dalam famili Phalangeridae.
Mamalia ini berukuran rata-rata sekitar 45 cm.
Kuskus memiliki cakar yang panjang dan tajam yang membantu bergerak di sekitar pepohonan.
Ekornya yang panjang dan kuat juga berfungsi sebagai alat untuk penahan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya.
Kuskus memiliki bulu yang tebal dan berbagai warna diantaranya coklat, hitam dan putih.
Hewan omnivora ini merupakan salah satu spesies fauna endemik di Papua dan dilindungi secara hukum dan undang-undang.
Baca juga : Pesona Raja Ampat, Surga Bahari di Indonesia
UNESCO menyoroti proyek Taman Nasional Komodo NTT. Organisasi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa ini mempersoalkan proyek pembangunan jalan Trans Papua. Pasalnya, proyek tersebut berdampak negatif terhadap Taman Nasional Lorentz.
Mengingat kekayaan alam yang masih terjaga di Taman Nasional Lorentz, UNESCO sangat menyayangkan proses pembukaan akses jalan sepanjang 205 kilometer di hutan tropis tersebut. Hal ini dapat memicu pembalakan liar dan sejumlah satwa pun akan terancam punah. Sayangnya, mega proyek ini tetap berjalan meskipun Komite Pusat Warisan Dunia meminta dihentikan.
Wilayah ini memiliki geologi yang kompleks dengan jajaran pegunungan. Selain itu, wilayah ini juga menyimpan situs fosil yang memberikan bukti evolusi kehidupan di New Guinea, tingkat endemisme yang tinggi dan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di wilayah tersebut.
Baca juga : Papua Pegunungan, Provinsi Baru Indonesia yang Dikelilingi Daratan