BANGUNPAPUA.COM – Rumah Honai merupakan salah satu rumah tradisional yang berasal dari Papua. Honai sering juga disebut Onai oleh masyarakat setempat.
Mengutip laman Indonesia.go.id, rumah Honai dapat ditemukan di lembah dan pegunungan di tengah Pulau Papua. Umumnya rumah Honai berada di ketinggian 1.600-1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Honai merupakan rumah mungil yang memiliki bentuk menyerupai jamur. Dasarnya, berbentuk lingkaran serta atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami.
Bentuk atap kerucut yang menutupi hingga bawah ini bertujuan untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan. Selain itu, juga bermanfaat agar orang-orang yang berada dalamnya tidak kedinginan.
Asal-usul Rumah Adat Honai
Rumah Adat Honai lahir dari kebudayaan suku Dani. Masyarakat suku Dani ini menempati wilayah di lembah dan pegunungan bagian tengah Papua
Mengutip buku berjudul Rumah Bundar oleh Fangnania T. Rumthe pada laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, orang-orang suku Dani dulunya masih tinggal di bawah pohon-pohon besar. Ketika waktu malam sudah datang, mereka akan merasakan kedinginan.
Apalagi saat waktu hujan, mereka akan basah kehujanan. Pasalnya, daun-daun pada pohon yang menjadi tempat tinggal mereka tidak dapat terus menerus menahan derasnya air hujan, apalagi saat angin bertiup kencang.
Lalu pada suatu hari, masyarakat suku Dani yang bergantung pada alam tersebut, kemudian belajar dengan burung-burung yang ada di sekitar. Mereka memperhatikan burung-burung yang sedang membuat sarang. Burung tersebut akan membuat sarang ketika hendak bertelur.
Mereka melihat burung jantan dan betina terbang kesana kemari untuk mengumpulkan sejumlah ranting kayu dan rumput kering. Bahan-bahan tersebut kemudian dibentuk menjadi sarang yang bulat dan menjadi tempat tinggal yang hangat untuk anak burung yang baru lahir.
Masyarakat suku Dani akhirnya juga belajar membuat rumah yang dapat melindungi mereka dari cuaca panas, dingin, dan hujan. Kemudian rumah itu dikenal dengan nama Honai, atau Onai. Dalam bahasa daerah Onai artinya rumah.
Honai yang dibangun masyarakat Dani ini berbentuk bundar atau lingkaran persis seperti sarang burung, begitu pun atapnya yang berbentuk setengah lingkaran. Tidak ada Honai yang tidak bundar.
Jenis Rumah Adat Honai
Rumah Adat Honai terdiri dari beberapa jenis, ada Honai Laki-laki dan Honai Perempuan. Masing-masing dari jenis Honai ini memiliki fungsi yang berbeda.
Honai Laki-laki adalah Honai yang menjadi tempat tidur laki-laki dewasa dan yang beranjak dewasa. Honai ini berbentuk lebih besar dan digunakan untuk menyimpan simbol-simbol adat.
Selain itu, Honai Laki-laki juga dipakai untuk pertemuan kelompok atau menerima tamu. Oleh karena itu, Honai Laki-laki umumnya memiliki ukuran yang lebih besar.
Sementara itu, Honai Perempuan adalah tempat tidur untuk ibu-ibu dan anak kecil. Kemudian, ada juga tempat yang digunakan untuk dijadikan dapur. Bentuknya persegi panjang.
Terkadang dapur tersebut dijadikan sebagai tempat tidur oleh masyarakat suku Dani. Pasalnya tempat tersebut terasa hangat karena ada aktivitas memasak menggunakan kayu api di tungku.
Setelah cukup hangat, api akan dipadamkan. Lalu tinggal asap di dalam Honai yang dapat menghangatkan badan sampai pagi.
Penerangan di Honai cukup dengan api yang menyala. Mereka jarang menggunakan lilin karena berisiko terjadinya kebakaran.
Honai yang dibangun hanya ada satu pintu dan tidak memiliki jendela. Oleh karena itu, orang yang tinggal di Honai akan lebih mudah menderita sakit pada saluran pernapasan.
Honai Saat Ini
Seiring berkembangnya zaman dan kesadaran masyarakat, beberapa Honai sudah memiliki jendela sebagai ventilasi. Bahkan ada yang membuat Honai dari bahan batu bata karena kayu dan alang-alang tidak dapat bertahan lama.
Sementara untuk orang-orang yang memiliki pendapatan lebih, sudah mulai membangun rumah. Rumahnya tidak bundar seperti Honai, namun berbentuk persegi panjang dan mereka menyebutnya rumah panjang.
Rumah tersebut memiliki ruangan kamar untuk tidur, pintu dan juga jendela. Sementara untuk dindingnya, tetap dibuat dari papan, dan atapnya menggunakan seng.
Seperti dikatakan tadi, rumah ini dibuat oleh orang yang mempunyai pendapatan lebih lantaran biayanya yang tidak sedikit. Pasalnya, bahan baku yang digunakan berasal dari kota dan cukup sulit untuk dibawa ke lokasi pembangunan karena medannya yang terjal.
Proses Pembuatan Rumah Adat Honai
Proses pembuatan Rumah Adat Honai cukup mudah, berikut ini bahan-bahan dan langkah pembuatannya.
Bahan-bahan
Berikut ini adalah bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat Honai. Semua bahannya diambil dari alam.
– Papan cincang, disebut papan cincang karena kedua ujung papan itu dibuat runcing seperti tombak. Ujung papan yang runcing akan ditanam ke dalam tanah. Papan cincang dimanfaatkan sebagai dinding Honai.
– Balok kayu untuk tiang tengah atau tiang utama. Tiang utama berfungsi menyangga atap Honai
– Kayu buah untuk rangka penutup atap Honai
– Lokop/Pinde bentuknya seperti bambu kecil panjang berfungsi sebagai alas tempat tidur
– Rumput alang-alang sebagai atap Honai
– Tali rotan, berasal dari akar-akar pohon, atau tanaman sulur-suluran yang berfungsi seperti tali
Proses Pembuatan
Dalam kebiasaan masyarakat suku Dani, jika ada keluarga yang ingin membuat Honai, mereka akan mengundang kerabat atau keluarganya. Selama proses pembangunan Honai, mereka akan makan bersama-sama yang disebut bakar batu.
Pertama-tama, mereka akan menggali tanah kemudian menaruh sebuah batu besar yang datar sebagai alas tiang. Setelah itu, tiang utama ditaruh di atas batu besar tersebut.
Tujuannya, agar tiang utama itu tidak cepat lapuk karena resapan air. Kemudian tiang tersebut diletakkan di titik tengah Honai.
Selanjutnya di sekitar tiang tersebut digali tanah berbentuk lingkaran. Papan cincang yang berujung tajam ditancapkan atau ditanam mengikuti lingkaran yang sudah digali.
Jarak tiang utama dengan papan cincang disesuaikan dengan luas Honai yang ingin dibuat. Kemudian setiap papan yang ditanam, harus diikat dengan tali rotan agar dinding papan dapat berdiri dengan kokoh.
Masyarakat suku Dani paling ahli dalam membentuk lingkaran Honai tanpa menggunakan jangka atau alat khusus. Konon katanya, itu merupakan kemampuan yang berasal dari hati.
Setelah tiang dan dinding Honai berdiri, selanjutnya rangka atap dipasang dengan cara mengikat kayu buah pada tiang utama dan dinding Honai. Kemudian kayu buah tersebut disusun melingkar seperti payung di atas Honai.
Berikutnya alang-alang dikumpulkan kemudian diikat seperti mengikat sapu lidi untuk dipasang di atap. Lalu atap tersebut diikat di rangka atap menggunakan tali rotan. Agar tidak cepat membusuk, atap alang-alang tersebut diasapi.
Untuk bagian alasnya, masyarakat suku Dani menganyam lokop/pinde untuk dijadikan tikar sebagai tempat tidur. Lokop/pinde adalah bahasa daerah untuk tanaman yang menyerupai rotan karena sifatnya yang lentur, namun pada bagian dalamnya berongga seperti bambu.
Selanjutnya, masyarakat suku Dani membuat tungku api di dalam Honai. Tungku api tersebut berfungsi sebagai penghangat sekaligus untuk membakar ubi.
Sementara untuk mencegah air hujan masuk ke dalam Honai, mereka membuat saluran air di sekeliling Honai. Rumah Adat Honai ini dapat digunakan selama 4-5 tahun.
Baca Juga: Melihat Indahnya Alam Wisata Papua Barat di Manokwari, Ada Teluk Doreri hingga Pantai Pasir Putih