JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan beberapa kelemahan terkait tata kelola keuangan Provinsi Papua dan Papua Barat. Sri Mulyani menjelaskan, kelemahan tata kelola keuangan tersebut yang menjadi penyebab kedua provinsi tersebut masih tertinggal bila dibanding wilayah lain.
Salah satu kelemahan tata kelola keuangan tersebut yakni kepatuhan penyampaian APBD yang cenderung masih rendah. Untuk Papua, tingkat kepatuhannya sebesar 33 persen dalam tiga tahun terakhir, dan untuk Papua Barat sebesar 29 persen.
“Kepatuahan penyampaian APBD sekitar 33 persen. Pemda Papua dalam tiga tahun terakhir belum penuhi kepatuhan APBD untuk Papua. Papua Barat 29 persen, pemdanya dalam tiga tahun terakhir belum memenuhi penyampaian APBD,” jelas Sri Mulyani ketika melakukan rapat kerja dengan Komite I DPD RI, Selasa (26/1/2021).
Selain itu, menurut Sri Mulyani, pelaksanaan administrasi keuangan baik Papua dan Papua Barat belum optimal. Dia menjelaskan, Provinsi Papua mencatatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangannya. Namun, sebanyak 51,7 persen kabupaten/kota yang masih mendapat opini disclaimer dan adverse pada tahun 2014 hingga 2018.
Sedangkan untuk Papua Barat, sebanyak 38,5 persen kabupaten atau kota tercatat berstatus wajar dalam pengecualian (WDP). “Berarti ada masalah administratif kepatuhan standar akuntansi dan pelaporan yang tidak terpenuhi atau adanya kasus atau isu yang menyebabkan adverse atau disclaimer,” jelas Sri Mulyani. Masalah lain yakni terkait sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) APBD yang cenderung tinggi.